Laman

Posted by Hafid Wicaksana

RODA PINTAR MATEMATIKA (Bangun Datar dan Bangun Ruang)

Bentuk Alat Peraga , Alat peraga ini berupa papan persegi panjang 95cmx80cm dengan tebal 5cm, terdiri dari 3 lapisan berupa lingkaran (diameter 55 cm), persegi panjang dengan rongga berupa lingkaran di bagian tengah (95cmx80cm) serta dipaku pada figura kayu (95cmx80cm) kemudian di sisi lain figura ditutup dengan melamin persegi panjang (95cmx80cm),dan di dalam rongga figura terdapat lampu untuk menerangi ruang di dalamnya.

Posted by Hafid Wicaksana

MENDIDIK MANUSIA WIRASWASTA MELALUI KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT

Kewiraswastaan merupakan suatu hal yang sangat ingin dilakukan oleh sebagian orang. Profesi ini mulai banyak digemari oleh orang-orang dari berbagi kalangan masyarakat. Hal ini sebagai batu loncatan atas kegagalan-kegagalan dalam mencari pekerjaan. Kewirausahaan merupakan suatu profesi mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain bahkan dikemudian hari ini bisa menciptakan suatu lapangan pekerjaan.

Slide Show

Selasa, 04 Desember 2012

HAK ASASI MANUSIA

Pengertian Hak Asasi Manusia 
Hak asasi manusia (HAM) mempunnyai arti penting bagi kehidupan manusia terutama dalam hubungan antar Negara (penguasa) dan warga Negara (rakyat), dan dalam hubungannya antara sesama warga Negara. HAM yang berisi hak-hak dasar manusia memuat standar normatif untuk mengatur hubungan penguasa dengan rakyatnya dan hubungan rakyat dengan sesama rakyat. Oleh karena itu, penegakan HAM mempunnyai makna penting untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa.

Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), merumuskan pengertian HAM dalam ungkapan “human rights could be generally defines as those rights whics are inherent in our nature and without which we can not live as human being”. Artinya, HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.

Dari pengertian tersebut, maka dalam HAM terkandung dua makna, yaitu: Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan. Oleh karena itu, tidak ada seorangpun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya. Hal ini tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa batasan, karena batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain.

Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaan yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.

HAM bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak dilahirkan ke dunia, tetapi juga merupakan standar normatif yang bersifat universal bagi perlindungan hak-hak dasar itu dalam lingkup pergaulan nasional, regional, dan global.

Secara sederhana, hak asasi manusia dapat diartikan sebagai hak dasar (asasi) yang dimiliki dan melekat pada manusia karena kedudukannya sebagai manusia. Tanpa adanya hak tersebut, manusia akan keholangan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia, serta bersifat kodrati, yakin ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia sebagai penyandang hak tersebut. (Bambang Cipto dkk:2006:164)


Non-Derogable right 
Non-derogable rights adalah hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Non-derogable rights demikian dirumuskan dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 28 I ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.

Sebelum non-derogable rights dirumuskan dalam UUD 1945, sudah ditegaskan pula di dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 7 yang menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non–derogable)”.

Selanjutnya Pasal 4 UU No. 29 Tahun 1999 tentang HAM juga menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.

Pengklasifikasian non-derogable rights dan derogable rights adalah sesuai Konvenan internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR). Ifdhal Kasim dalam tulisannya “Konvensi Hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar”, yang diterbitkan ELSAM, hak-hak non-derogable yaitu hak-hak yang bersifat absolut dan tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara-negara pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. Miriam Budiarjo dalam “Perlukah Non-Derogable Rights Masuk Undang-Undang Dasar 1945”, (Jurnal Analisis CSIS, Tahun XXIX/2000 No.4, hlm. 413-416) mengatakan dengan dimasukkannya non-derogable rights dalam UUD, maka kita telah mengikat tangan sendiri. Misalkan saja, fakir miskin dan anak terlantar dalam UUD dinyatakan sebagai hak non- derogable, maka kita akan dituduh negara pelanggar HAM jika tidak memenuhinya karena berhubung dengan keterbatasan dana.

Sesuai dengan Pasal 28 I, ICCPR menyatakan hak-hak yang sama sekali tidak boleh dikurangi karena sangat mendasar yaitu: (i) hak atas hidup (rights to life); (ii) hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture); (iii) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from slavery); (iv) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang); (v) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; (vi) hak sebagai subjek hukum; dan (vii) hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama. Negara-negara pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of human rights).

Sedangkan intinya, sesuai dengan ICCPR, the European Convention on Human Rights dan the American Convention on Human Rights terdapat empat hak non-derogable umum. Atau beberapa pendapat menyebut The core of rights (hak inti) dari non derogable rights berjumlah empat. Ini adalah hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan atau hukuman lainnya, hak untuk bebas dari perbudakan atau penghambaan dan hak untuk bebas dari penerapan retroaktif hukum pidana. Hak-hak ini juga dikenal sebagai norma hukum internasional yg harus ditaati atau jus cogens norms. (www.un.org/esa/socdev/enable/comp210.htm, diunduh pada 22/9/2010).

Derogable Right
Derogable right adalah, hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini adalah: (i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh; dan (iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau tilisan).

Sebagaimana ditulis Ifdhal Kasim atau pendapat Prof. Laica Marzuki, negara-negara pihak boleh mengurangi atau menyimpangi kewajiban memenuhi hak-hak jenis non-derogable. Sedangkan non-derogable tidak diperkenankan. Tetapi penyimpangan itu hanya dapat dilakukan jika sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, yaitu demi: (i) menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moralitas umum; dan (ii) menghormati hak atau kebebasan orang lain. Prof. Rosalyn Higgins menyebut sebagai ketentuan “clawback’, yang memberikan suatu keleluasaan yang dapat disalahgunakan oleh negara. Untuk menghindari hal ini ICCPR menggariskan bahwa hak-hak tersebut tidak boleh dibatasi “melebihi dari yang ditetapkan oleh Kovenan ini”. Selain itu diharuskan juga menyampaikan alasan-alasan mengapa pembatasan tersebut dilakukan kepada semua negara pihak ICCPR.


Macam-macam HAM
  1. Hak Positif
    Hak positif adalah suatu hak bersifat postif, jika saya berhak bahwa orang lain berbuat sesuatu untuk saya. Contoh: hak atas pendidikan, pelayanan, dan kesehatan. Hak negatif haruslah kita simak karena hak ini terbagi lagi menjadi 2 yaitu: hak aktif dan pasif. Hak negatif aktif adalah hak untuk berbuat atau tidak berbuat sperti orang kehendaki. Contoh, saya mempunyai hak untuk pergi kemana saja yang saya suka atau mengatakan apa yang saya inginkan. Hak-hak aktif ini bisa disebut hak kebebasan. Hak negatif pasif adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu. Contoh, saya mempunyai hak orang lain tidak mencampuri urasan pribadi saya, bahwa rahasia saya tidak dibongkar, bahwa nama baik saya tidak dicemarkan. Hak-hak pasif ini bisa disebut hak keamanaan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hak#Hak_Positif_dan_Hak_Negatif)
  2. Hak Negatif
    Hak Negatif adalah suatu hak bersifat negatif , jika saya bebas untuk melakukan sesuatu atau memiliki sesuatu dalam arti orang lain tidak boleh menghindari saya untuk melakukan atau memilki hal itu. Contoh: hak atas kehidupan, hak mengemukakan pendapat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hak#Hak_Positif_dan_Hak_Negatif)
  3. Hak Sosial
    Hak Asasi Sosial Budaya/Sosial Culture Right
    a. Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
    b. Hak mendapatkan pengajaran.
    c. Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.( Tjipto Subadi:2010:94)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar